Azka
berjalan sepanjang koridor rumah sakit dengan langkah yang tenang. Bau khas
obat-obatan bukan menjadi masalah besar untuknya. sedikit demi sedikit, sejak
mengunjungi rumah sakit menjadi rutinitasnya ia telah terbiasa. Azka sebenarnya
bukanlah tipe orang yang senang mengunjungi dan berlama-lama di tempat yang
seperti ini.
Hanya
saja…
Pertemuannya
dengan “gadis itu” .
Gadis
yang cukup aneh dimatanya..
Gadis
berkusi roda yang –mungkin- mengetahui dan menghafal ratusan nama dan jenis
bunga.
Azka
tersenyum tipis. Mengingat dirinya saja sudah membuatnya bahagia apalagi
ketikabertemu dengan dia –ah- jadi tak sabar
“Riri…”
desisnya dengan lembut.
“Azka!
Kamu datang lagi..” Riri berteriak dengan girang, pandangannya tidak lagi
tertarik oleh hamparan bunga-bunga putri malu yang tumbuh liar dibawah pohon
beringin itu.
“lagi-lagi
kamu kabur dari pemeriksaan terapi untuk kaki mu yah?” Azka menghela nafas.
Nada bicaranya pun terdengar dingin namun terbalik akan pandangan matanya yang
memancarkan kekhawatiran yang luar biasa.
“hihi..
maafkan aku, hanya saja…” Riri memutar kepalanya 30 derajat menghadap hamparan
bunga-bunga.sebelum ia melanjutkan perkataannya, Azka mendahuluinya..
“hanya
saja bunga-bunga itu memanggilmu. Kamu mau bilang gitu?”
“
humn! Ngerti banget sih kamuuu..” Riri membalasnya dengan nada manja.
“terserahlah..”
Azka memutar kedua bola matanya keatas, ia lalu berjalan mendekati Riri
“saatnya kembali ke kamarmu nona!”
“Hei-Azka!
Dengerin dulu….Ini belum waktunya!!” Riri yang sedang protes tidak membuat Azka
mengurungkan niatnya yang tetap mendorong kursi roda Riri.
“Azkaaaa
Reseee’ !!!!” keluh Riri sembari menggembungkan kedua pipinya.
Azka
yang memperhatikannya, tanpa sadar tersenyum lembut.
Azka
Azkilla Hendrawan. Cowok berusia 17 tahun
ini bukanlah tipikal Anak SMA yang menurut dan selalu tinggal diam dirumah.
Kurangnya perhatian dari orang tua, pergaulan dan teman-temannya serta sikap
para guru yang tidak ambil pusing dengan tingkah lakunya. Membuatnya tumbuh
menjadi cowok berwatak keras dan pembangkang.
Bolos
bukan hal baru baginya.
Ruang
kepala sekolah sudah menjadi langganannya.
Dan
tawuran adalah media dimana ia bisa melampiaskan semua perasaannya.
Bagi
beberpaa siswa seusianya, tawuran dianggap sebagai bukti dari perasaah solidaritas 1 sama lain! Ia membenarkannya. Namun-Azka
sedikit berbeda…
Ia
tidak peduli dengan semua itu..
Yang
ia mau hanyalah pengakuan dari orang lain akan dirinya.
Sampai
pada saat itu..
Hari dimana Azka mengeluarkan sumpah serapah
dari mulutnya.
SMA mutiara barat yang telah lama menjadi musuh MSA mutiara
Timur –tempat Azka bersekolah- tiba-tiba menyerang pintu belakang sekolah Azka.
Beberapa anak kelas XII yang nongkrong didekat situ kontan saja langsung
menarik beberapa batang bambu yang dibiarkan terpajang dibelakang gedung.
“Woyy..
anak SMA barat nyerang !!” seru seorang siswa kelas XII yang berpakaian
berantakan dan terkesan badboy itu.
“njir!
Banyak banget.. mirip pengungsi banjir.” Celetuk seorang cowok yang berpapan
nama “Dewantara” itu.
“eh-!
Panggilin Azka sama anggotanya! Cepetan!!” mendengar hal itu salah seorang dari
mereka dengan tangkas menuju kearah gedung kelas XI.
Disinilah,
Azka berdiri! Ditengah-tengah puluhan lemparan batu yang dilemparkan oleh kedua
belah pihak.
“Azka!”
seru Dewantara dengan suara yang tegang. Azka yang mendengar namanya disebut,
mengerutkan alisnya dengan kesal.
“apaan?”
balasnya dengan nada tak sabar.
“Tita!!!
Tita pacar gue.. diseret keujung jalan sana!!” dengan Geram Dewantara
menanggalkan semua kancing bajunya dan
memperlihatkan kaos hitam polos yang ia kenakan dan menyeret Azka ke “sarang
musuh”.
“Hey-!
Lepasin..” Tita –nama gadis berkacamata- itu menjerit kesakitan akibat
cengkraman tangan yang memegang tangannya dengan kasar.
“Woi-!!
Lepasin tangan BERVIRUS lo dari pacar gue!!” Dewantara dan Azka yang baru
datang sedikit terengah-engah akibat berlari dari kejauhan.
Perkelahianpun
tak dapat dihindari. Sampai…
BUUAGGGKHHHH!!!!!!!
Sebuah
hantaman benda tumpul mengenai bagian belakang kepala Azka.
“ugh-!”
#disinilah
ia berakhir. Di dalam ruangan Rumah sakit dimana ia bertemu dengan gadis itu.
Riri.
“Sayang..
dari mana kamu?!” mama Riri –tante Lydia- menegur anak bungsunya.
“emrnn…”
Riri yang mendapat pertanyaan itu hanya dapat tersenyum kikuk.
“emn..
biasa deh Tante. Main di pojokan pasti!” canda Azka mencairkan suasana.
“ahahah.
Nak Azka bisa saja~ . riri, mama mau bicara sesuatu sama kamu.” Mimik wajah tante Lydia berubah.
“ada
apa ma? Sepertinya penting yah?” Jawab Riri sembari berkedip dengan lucunya.
“kamu
akan melakukan operasi untuk kakimu sayang. Kamu bisa sembuh..!! bisa berjalan
normal lagi..!!” tante Lydia memeluk Riri dengan penuh perasaan.
“hanya
saja… presentasi keberhasilannya hanyalah 50% “
.
. . . .
Semua
orang yang ada diruangan tersebut ,seketika terdiam.
Untuk pertama kali didalam hidup Azka. Ia
begitu merasa tertekan dan ketakutan.
Hari
ini, tepat seminggu. Riri telah menjalani operasinya dan seperti hari-hari
sebelumnya ia selalu datang mengunjungi riri sembari membawa beberapa tangkai
bunga.
Azka
mengetuk pintu ruangan riri dengan pelan. Beberapa kali mengetuk pintu, tidak
ada tanggapan dari sang pemilik kamar. Dengan segenap keberanian azka pun
masuk.
“Riri…?”
panggilnya.
Namun
nihil. Tak ada siapapun yang berada didalam kamar itu. Yang adalah hanyalah
setangkai bunga sweetpea didalam vas kaca.
Azka
terpaku didepan layar laptopnya. Sore itu ia mendengar kabar dari suster bahwa
pasien yang bernama Riri Randana Olive telah pergi.
Yang
tertinggal hanyalah setangkai bunga Sweetpea..
Sebuah
Bunga yang bermakna :
“Selamat
tinggal dan terima kasih untuk saat-saat yang menyenangkannya…”
Sudah, 6 bulan sejak ia kehilangan akan kabar
Riri. Sore ini Azka hanya termenung didepan tv. Pikirannya melayang ntah kemana
sampai sebuah bel rumahnya berbunyi dan mengagetkannya.
“ting..
tong..”
Azka
membiarkannya begitu saja.
“ting
tong…”
Azka
akhirnya bangkit berdiri dengan malas-malasan dan menghampiri pintu rumahnya.
Dengan
wajah kesal ia membuka pintu dan berkata.
“siapa
yah?!”
……………………..
Baru
saja ia hendak mengomel, suaranya tercekat ditenggorokan.
Ia
melihat gadis aneh itu berdiri di hadapannya.
Sejak
6 bulan tak melihatnya.
Riri……………………………..
Riri tersenyum lembut, sebuah cara sederhana yang mampu membuat Azka ikut merasakan bahagia yang tak terhingga.
#dimana ada pertemuan disitulah ada perpisahan..
namun apabila benar, kau untukku.
tak peduli sejauh dan selama apapun itu,
kau akan kembali menemui ku..
#end
Tidak ada komentar:
Posting Komentar