Rabu, 12 Februari 2014

SWEETPEA :)





Azka berjalan sepanjang koridor rumah sakit dengan langkah yang tenang. Bau khas obat-obatan bukan menjadi masalah besar untuknya. sedikit demi sedikit, sejak mengunjungi rumah sakit menjadi rutinitasnya ia telah terbiasa. Azka sebenarnya bukanlah tipe orang yang senang mengunjungi dan berlama-lama di tempat yang seperti ini.

Hanya saja…

Pertemuannya dengan “gadis itu” .

Gadis yang cukup aneh dimatanya..

Gadis berkusi roda yang –mungkin- mengetahui dan menghafal ratusan nama dan jenis bunga.

Azka tersenyum tipis. Mengingat dirinya saja sudah membuatnya bahagia apalagi ketikabertemu dengan dia –ah- jadi tak sabar

“Riri…” desisnya dengan lembut.



“Azka! Kamu datang lagi..” Riri berteriak dengan girang, pandangannya tidak lagi tertarik oleh hamparan bunga-bunga putri malu yang tumbuh liar dibawah pohon beringin itu.

“lagi-lagi kamu kabur dari pemeriksaan terapi untuk kaki mu yah?” Azka menghela nafas. Nada bicaranya pun terdengar dingin namun terbalik akan pandangan matanya yang memancarkan kekhawatiran yang luar biasa.

“hihi.. maafkan aku, hanya saja…” Riri memutar kepalanya 30 derajat menghadap hamparan bunga-bunga.sebelum ia melanjutkan perkataannya, Azka mendahuluinya..

“hanya saja bunga-bunga itu memanggilmu. Kamu mau bilang gitu?”

“ humn! Ngerti banget sih kamuuu..” Riri membalasnya dengan nada manja.

“terserahlah..” Azka memutar kedua bola matanya keatas, ia lalu berjalan mendekati Riri “saatnya kembali ke kamarmu nona!”

“Hei-Azka! Dengerin dulu….Ini belum waktunya!!” Riri yang sedang protes tidak membuat Azka mengurungkan niatnya yang tetap mendorong kursi roda Riri.

“Azkaaaa Reseee’ !!!!” keluh Riri sembari menggembungkan kedua pipinya.

Azka yang memperhatikannya, tanpa sadar tersenyum lembut.



Azka Azkilla Hendrawan. Cowok  berusia 17 tahun ini bukanlah tipikal Anak SMA yang menurut dan selalu tinggal diam dirumah. Kurangnya perhatian dari orang tua, pergaulan dan teman-temannya serta sikap para guru yang tidak ambil pusing dengan tingkah lakunya. Membuatnya tumbuh menjadi cowok berwatak keras dan pembangkang.

Bolos bukan hal baru baginya.

Ruang kepala sekolah sudah menjadi langganannya.

Dan tawuran adalah media dimana ia bisa melampiaskan semua perasaannya.

Bagi beberpaa siswa seusianya, tawuran dianggap sebagai bukti dari perasaah solidaritas  1 sama lain! Ia membenarkannya. Namun-Azka sedikit berbeda…

Ia tidak peduli dengan semua itu..

Yang ia mau hanyalah pengakuan dari orang lain akan dirinya.
Sampai pada saat itu.. 

   Hari dimana Azka mengeluarkan sumpah serapah dari mulutnya. 

SMA mutiara barat yang telah lama menjadi musuh MSA mutiara Timur –tempat Azka bersekolah- tiba-tiba menyerang pintu belakang sekolah Azka. Beberapa anak kelas XII yang nongkrong didekat situ kontan saja langsung menarik beberapa batang bambu yang dibiarkan terpajang dibelakang gedung.

“Woyy.. anak SMA barat nyerang !!” seru seorang siswa kelas XII yang berpakaian berantakan dan terkesan badboy itu.

“njir! Banyak banget.. mirip pengungsi banjir.” Celetuk seorang cowok yang berpapan nama “Dewantara” itu.

“eh-! Panggilin Azka sama anggotanya! Cepetan!!” mendengar hal itu salah seorang dari mereka dengan tangkas menuju kearah gedung kelas XI.

Disinilah, Azka berdiri! Ditengah-tengah puluhan lemparan batu yang dilemparkan oleh kedua belah pihak.

“Azka!” seru Dewantara dengan suara yang tegang. Azka yang mendengar namanya disebut, mengerutkan alisnya dengan kesal.

“apaan?” balasnya dengan nada tak sabar.

“Tita!!! Tita pacar gue.. diseret keujung jalan sana!!” dengan Geram Dewantara menanggalkan  semua kancing bajunya dan memperlihatkan kaos hitam polos yang ia kenakan dan menyeret Azka ke “sarang musuh”.




“Hey-! Lepasin..” Tita –nama gadis berkacamata- itu menjerit kesakitan akibat cengkraman tangan yang memegang tangannya dengan kasar.

“Woi-!! Lepasin tangan BERVIRUS lo dari pacar gue!!” Dewantara dan Azka yang baru datang sedikit terengah-engah akibat berlari dari kejauhan.

Perkelahianpun tak dapat dihindari. Sampai…

BUUAGGGKHHHH!!!!!!!

Sebuah hantaman benda tumpul mengenai bagian belakang kepala Azka.

“ugh-!”

#disinilah ia berakhir. Di dalam ruangan Rumah sakit dimana ia bertemu dengan gadis itu. Riri.



“Sayang.. dari mana kamu?!” mama Riri –tante Lydia- menegur anak bungsunya.

“emrnn…” Riri yang mendapat pertanyaan itu hanya dapat tersenyum kikuk.

“emn.. biasa deh Tante. Main di pojokan pasti!” canda Azka mencairkan suasana.

“ahahah. Nak Azka bisa saja~ . riri, mama mau bicara sesuatu sama kamu.”  Mimik wajah tante Lydia berubah.

“ada apa ma? Sepertinya penting yah?” Jawab Riri sembari berkedip dengan lucunya.

“kamu akan melakukan operasi untuk kakimu sayang. Kamu bisa sembuh..!! bisa berjalan normal lagi..!!” tante Lydia memeluk Riri dengan penuh perasaan.

“hanya saja… presentasi keberhasilannya hanyalah 50% “

. . . . .
Semua orang yang ada diruangan tersebut ,seketika terdiam.



  
 Untuk pertama kali didalam hidup Azka. Ia begitu merasa tertekan dan ketakutan.

Hari ini, tepat seminggu. Riri telah menjalani operasinya dan seperti hari-hari sebelumnya ia selalu datang mengunjungi riri sembari membawa beberapa tangkai bunga.

Azka mengetuk pintu ruangan riri dengan pelan. Beberapa kali mengetuk pintu, tidak ada tanggapan dari sang pemilik kamar. Dengan segenap keberanian azka pun masuk.

“Riri…?” panggilnya.

Namun nihil. Tak ada siapapun yang berada didalam kamar itu. Yang adalah hanyalah setangkai bunga sweetpea didalam vas kaca.



Azka terpaku didepan layar laptopnya. Sore itu ia mendengar kabar dari suster bahwa pasien yang bernama Riri Randana Olive telah pergi.

Yang tertinggal hanyalah setangkai bunga Sweetpea..



Sebuah Bunga yang bermakna :

“Selamat tinggal dan terima kasih untuk saat-saat yang menyenangkannya…”





 Sudah, 6 bulan sejak ia kehilangan akan kabar Riri. Sore ini Azka hanya termenung didepan tv. Pikirannya melayang ntah kemana sampai sebuah bel rumahnya berbunyi dan mengagetkannya.

“ting.. tong..”

Azka membiarkannya begitu saja.

“ting tong…”

Azka akhirnya bangkit berdiri dengan malas-malasan dan menghampiri pintu rumahnya.

Dengan wajah kesal ia membuka pintu dan berkata.
“siapa yah?!”

……………………..
Baru saja ia hendak mengomel, suaranya tercekat ditenggorokan.

Ia melihat gadis aneh itu berdiri di hadapannya.

Sejak 6 bulan tak melihatnya.

Riri……………………………..

Riri tersenyum lembut, sebuah cara sederhana yang mampu membuat Azka ikut merasakan bahagia yang tak terhingga.

#dimana ada pertemuan disitulah ada perpisahan..
namun apabila benar, kau untukku.
tak peduli sejauh dan selama apapun itu,
kau akan kembali menemui ku..


#end

Tidak ada komentar:

Posting Komentar